Rabu, 03 Oktober 2012

Kejernihan pikiran




Sepasang muda mudi yang baru menikah, menempati rumah di sebuah komplek perumahan. Suatu pagi, sewaktu sarapan, melalui jendela kacanya si istri melihat tetangganya sedang menjemur kain. "Cuciannya kelihatan kurang bersih ya Pah", kata sang istri. "Sepertinya dia tidak tahu cara mencuci pakaian dengan benar. Mungkin dia perlu sabun cuci yang lebih bagus", lanjut si istri berkomentar. Suaminya menoleh, tetapi hanya diam dan tidak memberi komentar apapun.
Sejak hari itu setiap tetangganya menjemur pakaian, selalu saja sang istri memberikan komentar yang sama mengenai si tetangga yang dinilai kurang bersih mencuci pakaian. Dan seperti biasa sang suami diam dan tidak berkata apapun.



Seminggu berlalu, sang istri heran melihat pakaian-pakaian yang dijemur oleh tetangganya bersih cemerlang dan terlihat tanpa noda, dan dia pun berkata kepada suaminya: "Pah, lihat, sepertinya dia telah belajar bagaimana mencuci dengan benar. Siapa ya kira-kira yang sudah mengajarinya? Mungkin suaminya memarahi dia sehingga dia akhirnya belajar bagaimana caranya mencuci baju dengan benar".
Sang suami berkata, "Saya bangun pagi-pagi sekali hari ini dan membersihkan jendela kaca kita, Mah."
Kita seringkali tidak sadar akan apa yang terjadi pada diri kita sendiri. Lebih parahnya lagi kita menggunakan hal tersebut untuk menilai orang lain. Bisa diibaratkan kita masing-masing menggunakan sebuah "kaca mata". Jika kita menggunakan kaca mata hitam maka semua yang kita lihat menjadi tampak hitam. Sebelum kita mengganti kaca mata kita maka semuanya akan tampak hitam.



Hal ini terjadi saat kita memandang bawahan kita negatif. Selama kita berpandangan negatif terhadapnya maka sebaik-baiknya dia melakukan sesuatu tetap saja kita tak akan mampu melihat perbuatan baiknya.
Hal yang sama terjadi pada saat kita memandang anak kita lemah, susah konsentrasi, pemalas atau kurang bertanggung jawab. Selama kita menggunakan "kaca mata" tersebut maka sebaik-baiknya anak kita berperilaku kita akan susah melihat perbaikannya.
Apa yang kita lihat pada saat menilai orang lain tergantung pada kejernihan pikiran (jendela) yang kita pakai untuk melihat.
Kejernihan pikiran (yang diibaratkan kaca jendela atau kaca mata) ini adalah sistem pengalaman yang kita miliki dan tersimpan dalam memori kita yang mengkristal membentuk sebuah keyakinan dan akhirnya membentuk cara pandang kita terhadap sesuatu.
Segala peristiwa di luar diri kita adalah netral adanya. Kitalah yang memberikan makna atas peristiwa tersebut sesuai dengan persepsi yang tersusun dari seperangkat sistem keyakinan yang kita miliki. Kita bisa memandang sebuah peristiwa negatif dan sebentar kemudian kita bisa memandangnya positif. Padahal peristiwanya tetap saja.
Ambil contoh seseorang ditipu rekan kerjanya Rp 100 juta maka ia akan cenderung marah dan merasa diperdaya. Tetapi jika saat itu ada seseorang yang juga kebetulan tahu strategi si penipu dan mengatakan rahasia si penipu yang akan menipu Rp 2 milyar dan sudah menyusun strategi yang rapi namun gagal maka orang tersebut akan merasa bersyukur bahwa ia hanya ditipu Rp100 juta.
Peristiwanya sama dan tidak berubah namun cara pandang kita bisa langsung berganti dari merasa diperdaya menjadi bersyukur. Itulah bagaimana persepsi mempermainkan diri kita.






sumber    :



ariesandi.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih Sudah menggunjungi Blog Kami ,

Salam Sukses Berkelimpahan

Untuk Komentar Yang berbau SARA , Melecehkan , Dan Promosi Judi Porno Dan yang tidak sepatutnya akan terhapus otomatis

_/I\_